Jumat, 23 Oktober 2020

Pendakian gunung sumbing, semangat menjaga tawa (part 3)


 Sekitar jam 3 pagi kami tiba di terminal Wonosobo, perjalanan yang lumayan panjang ditambah sedikit bumbu drama. Jam 11 malam sebenarnya bis sempat berhenti untuk beristirahat di Ciamis dan makan malam. Tapi pagi ini urusan perut nampaknya belum tuntas, kami pun memilih untuk beristirahat di salah satu warung di dalam terminal. Sambil menikmati sarapan yang sejujurnya kepagian, dan menunggu subuh serta angkutan yang akan membawa kami ke basecamp garung, Gunung Sumbing.

Urusan perut selesai, subuh sudah dilaksanakan, segala perlengkapan logistik sudah kami penuhi. Jam 5 lebih kami mulai menaiki bis kecil dari terminal ini menuju basecamp. Udara masih sangat dingin, pemandangan sepanjang jalan cukup indah khas suasana daerah kaki gunung. Jalan yang kami lewati adalah jalan yang sama untuk menuju basecamp kledung (Gunung Sindoro).

Sekitar 20 menit kami lewati jalanan bersama bis kecil itu, akhirnya kami tiba di pinggir jalan. Untuk menuju basecamp setidaknya kami masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter. Tak lupa kami mampir di sebuah warung nasi, untuk menyiapkan bekal makan siang kami setibanya di area camp nanti.

Di basecamp garung kami selesaikan urusan simaksi dan registrasi, Samsul yang paling muda kami percayakan untuk mengurusnya. Selain untuk belajar, di sisi lain untuk pengalaman dia, dan yang lebih penting biar dia lebih berguna bagi kehidupan kami HAHAHAHA.

Kami melanjutkan persiapan dengan mengecek perlengkapan dan packing ulang carrier masing-masing, memastikan barang yang dibawa dan segala keperluan sebelum memulai pendakian. Terutama urusan setor tunai, perut kami setiap pagi seolah sudah memberi jadwal agar dituntaskan. Perjalanan hingga kami tiba di basecamp sebenarnya seperti perjalanan mereka pada umumnya. Ada sedikit drama, dibalut canda, ada saling ejek dan sindiran, termasuk saling tertawa dan menertawakan.

Dari basecamp menuju pos 1 kami memilih menggunakan ojek, dengan pertimbangan memangkas waktu dan memberdayakan ojek setempat, setidaknya dengan itu kami mencoba untuk ikut serta menghidupkan ekonomi masyarakat kaki Gunung Sumbing. Sebuah dalih di balik maksud menghemat tenaga dan rasa malas, hahaha.

Memulai pendakain dengan berdoa dipimpin oleh tuan muda Samsul, pertanda kami akan melangkah memulai pendakian ini. Sesaat sebelum kami menaiki ojek-ojek yang siap mengantarkan kami ke pos 1, Reza menitipkan sebuah pesan, “tawa yang kita nikmati sampai sekarang, harus dijaga hingga tiba di puncak, sampai pulang ke basecamp, dan saat nanti kembali ke rumah!”

Teman-teman yang sudah pernah menggunakan ojek dari basecamp garung ke pos 1 pasti tau, bahwa posisi kita saat naik ojeknya adalah duduk di depan, sedangkan carrier kita akan di simpan di belakang di gendong bapak ojeknya. Dengan motor khas yang sebenarnya bukan pasangannya untuk di pakai ke gunung, motor melewati jalur menanjak dan berbatu, dan di beberapa titik jantung kita serasa lebih hidup di pacu adrenalin. Semakin atas jalan pun semakin menyempit, jalan bebatuan mulai berganti menjadi tanah, tanjakan terakhir membawa kami ke suatu lokasi, tempat dengan pondokan dan warung, menandakan kami sudah tiba di pos 1.

Jam setengah 9 pagi kami mulai menapakkan kaki untuk menelusuri jalur setapak, harapannya tak terlalu sore untuk kami tiba di pos 4. Rencananya di pos  4 lah kami akan mendirikan tenda dan bermalam di sana.   

Jalur pendakian Gunung Sumbing via Garung adalah jalur yang sudah cukup terkenal dikalangan pendaki, selain secara akses dari jalan raya yang tidak terlalu jauh, jalur ini pun cukup jelas untuk mengarahkan kita ke puncak gunung.

Setengah jam berjalan Samsul mulai berulah, dia merasa kepanasan karena celana panjang yang digunakan bahannya mungkin kurang sesuai untuk dipakai mendaki. Terlebih matahari saat itu sangat bersahabat, menjadikan jalur pendakian cukup berdebu dan lebih menguras fisik dan memudahkan kita untuk merasa kehausan.

Samsul memilih untuk mengganti celananya dengan celana pendek, dengan harapan sirkulasi udara akan lebih membuatnya nyaman. Beberapa kali langkah kakinya tertinggal oleh kami bertiga, hingga di istirahat berikutnya dia memilih untuk berjalan duluan dari kami dan mengikuti rombongan lain. Dengan harapan akan mendapatkan waktu lebih lama untuk beristirahat di pos selanjutnya.

Sekitar jam 3 pagi kami tiba di terminal Wonosobo, perjalanan yang lumayan panjang ditambah sedikit bumbu drama. Jam 11 malam sebenarnya bis sempat berhenti untuk beristirahat di Ciamis dan makan malam. Tapi pagi ini urusan perut nampaknya belum tuntas, kami pun memilih untuk beristirahat di salah satu warung di dalam terminal. Sambil menikmati sarapan yang sejujurnya kepagian, dan menunggu subuh serta angkutan yang akan membawa kami ke basecamp garung, Gunung Sumbing.

Urusan perut selesai, subuh sudah dilaksanakan, segala perlengkapan logistik sudah kami penuhi. Jam 5 lebih kami mulai menaiki bis kecil dari terminal ini menuju basecamp. Udara masih sangat dingin, pemandangan sepanjang jalan cukup indah khas suasana daerah kaki gunung. Jalan yang kami lewati adalah jalan yang sama untuk menuju basecamp kledung (Gunung Sindoro).

Sekitar 20 menit kami lewati jalanan bersama bis kecil itu, akhirnya kami tiba di pinggir jalan. Untuk menuju basecamp setidaknya kami masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter. Tak lupa kami mampir di sebuah warung nasi, untuk menyiapkan bekal makan siang kami setibanya di area camp nanti.

Di basecamp garung kami selesaikan urusan simaksi dan registrasi, Samsul yang paling muda kami percayakan untuk mengurusnya. Selain untuk belajar, di sisi lain untuk pengalaman dia, dan yang lebih penting biar dia lebih berguna bagi kehidupan kami HAHAHAHA.

Kami melanjutkan persiapan dengan mengecek perlengkapan dan packing ulang carrier masing-masing, memastikan barang yang dibawa dan segala keperluan sebelum memulai pendakian. Terutama urusan setor tunai, perut kami setiap pagi seolah sudah memberi jadwal agar dituntaskan. Perjalanan hingga kami tiba di basecamp sebenarnya seperti perjalanan mereka pada umumnya. Ada sedikit drama, dibalut canda, ada saling ejek dan sindiran, termasuk saling tertawa dan menertawakan.

Dari basecamp menuju pos 1 kami memilih menggunakan ojek, dengan pertimbangan memangkas waktu dan memberdayakan ojek setempat, setidaknya dengan itu kami mencoba untuk ikut serta menghidupkan ekonomi masyarakat kaki Gunung Sumbing. Sebuah dalih di balik maksud menghemat tenaga dan rasa malas, hahaha.

Memulai pendakain dengan berdoa dipimpin oleh tuan muda Samsul, pertanda kami akan melangkah memulai pendakian ini. Sesaat sebelum kami menaiki ojek-ojek yang siap mengantarkan kami ke pos 1, Reza menitipkan sebuah pesan, “tawa yang kita nikmati sampai sekarang, harus dijaga hingga tiba di puncak, sampai pulang ke basecamp, dan saat nanti kembali ke rumah!”

Teman-teman yang sudah pernah menggunakan ojek dari basecamp garung ke pos 1 pasti tau, bahwa posisi kita saat naik ojeknya adalah duduk di depan, sedangkan carrier kita akan di simpan di belakang di gendong bapak ojeknya. Dengan motor khas yang sebenarnya bukan pasangannya untuk di pakai ke gunung, motor melewati jalur menanjak dan berbatu, dan di beberapa titik jantung kita serasa lebih hidup di pacu adrenalin. Semakin atas jalan pun semakin menyempit, jalan bebatuan mulai berganti menjadi tanah, tanjakan terakhir membawa kami ke suatu lokasi, tempat dengan pondokan dan warung, menandakan kami sudah tiba di pos 1.

Jam setengah 9 pagi kami mulai menapakkan kaki untuk menelusuri jalur setapak, harapannya tak terlalu sore untuk kami tiba di pos 4. Rencananya di pos  4 lah kami akan mendirikan tenda dan bermalam di sana.   

Jalur pendakian Gunung Sumbing via Garung adalah jalur yang sudah cukup terkenal dikalangan pendaki, selain secara akses dari jalan raya yang tidak terlalu jauh, jalur ini pun cukup jelas untuk mengarahkan kita ke puncak gunung.

Setengah jam berjalan Samsul mulai berulah, dia merasa kepanasan karena celana panjang yang digunakan bahannya mungkin kurang sesuai untuk dipakai mendaki. Terlebih matahari saat itu sangat bersahabat, menjadikan jalur pendakian cukup berdebu dan lebih menguras fisik dan memudahkan kita untuk merasa kehausan.

Samsul memilih untuk mengganti celananya dengan celana pendek, dengan harapan sirkulasi udara akan lebih membuatnya nyaman. Beberapa kali langkah kakinya tertinggal oleh kami bertiga, hingga di istirahat berikutnya dia memilih untuk berjalan duluan dari kami dan mengikuti rombongan lain. Dengan harapan akan mendapatkan waktu lebih lama untuk beristirahat di pos selanjutnya.

0 komentar:

Posting Komentar