Minggu, 25 Oktober 2020

Pendakian Gunung Sumbing, semangat menjaga tawa (part 4)

Matahari sudah benar-benar meninggi, sesaat atau sebentar lagi ia akan berada tepat di atas kepala. Mayoritas para pendaki yang melalui jalur garung di Gunung Sumbing ini akan memilih untuk mendirikan tenda di pos 4 (pestan) atau di pos 5 (pasar watu). Kami sedari awal sudah menentukan akan bermalam dan mendirikan tenda di ujung pestan, dan mendekati jalur menuju pasar watu.

Pendakian ini mungkin yang pertama bagi Samsul dan Widi, jadi secara keputusan baik teknis maupun non teknisnya mereka percayakan pada kami (saya & Reza). Di pos 3 kami hanya beristirahat sebentar, berbagi beberapa tegukan air mineral dan disambung sebatang rokok. Meskipun Samsul dan Widi memilih untuk tidak merokok dulu, karena bagi mereka itu akan membantu proses bernafasnya. Dan tentunya tidak berlaku bagi saya dan Reza.

Mendekati pos 4 Reza memilih untuk berjalan duluan agar bisa memilih dan menentukan posisi dimana tenda akan didirikan. Disusul Samsul yang sudah mulai panas dan menemukan gairah mendakinya, walaupun cukup disayangkan karena hanya beberapa menit lagi sebenarnya kita tiba di area camp.

Hampir tiba di pestan, tepat di bawah areanya ada pohon yang cukup rindang. Dan saya memilih untuk merehatkan badan sejenak disana, membuka sedikit amunisi cemilan dan minuman pelepas dahaga. Tentunya disusul dengan sebatang rokok kreasi sang gudangnya bergaram. Bukan egois menikmati sendirian, mereka pun paham rasanya 12 liter air dipikul seharusnya menjadi pemakluman.

Tak lama berselang Widi pun tiba di titik saya beristirahat, ikut nimbrung dan mulai berani membakar rokoknya. Disusul satu rombongan berisi empat orang, yang secara usia mungkin tak terlalu muda lagi. Satu diantaranya ikut bergabung beristirahat bersama saya dan Widi, yang lainnya ada yang tetap berjalan walau perlahan, dan ada yang memilih beristirahat terpisah.

Dari tampilan serta bahasa saat berdialognya saya yakini mereka ini bukan orang yang baru mendaki gunung. Pengalaman, perlengkapan, dan cerita kebersamaannya memang sudah terjalin dari jauh-jauh hari bahkan saat muda dulu. Dan mereka akan selalu meluangkan waktu setiap tahunnya satu hingga dua kali untuk mendaki bersama.

Sejenak saya terkagum, dengan salah satu cara bagaimana mereka mengelola pertemanan. Saat beberapa orang terbatasi, dan mereka mungkin yang memilih untuk bernegosiasi. Saya kemasi barang untuk menuju titik tenda yang sudah dicari Reza, sambil berujar pada Widi “gue mau naik gunung sampai tua nanti kaya mereka.”

Reza sudah mulai mempersiapkan tenda dan akan membangunnya, ditemani Samsul yang mulai ingin terlihat berguna. Kami membagi porsi untuk membangun tenda dan mengumpulkan serta mengkondisikan barang bawaan. Hingga akhirnya tenda selesai dan siap dipergunakan, sekalipun saya dan Reza masih cukup ragu. Karena area camp pestan ini cukup terbuka dan posisinya ada di punggungan gunung yang menurut kami menjadi jalur angin. Banyak cerita yang beredar bahwa badai di gunung ini cukup luar biasa, namun kami mencoba menyakini beberaa kemungkinan yang kami persiapkan.

Setelah semua selesai kami pilih untuk membuka bekal makan siang kami, Reza sebagai kordinator bekal mulai keluar ide penuh intrik dan estetiknya. Dia membawa kami untuk makan di tengah semak belukar, dalihnya biar lebih menyatu bersama alam bebas. Sesaat kami makan bersama dia memilih untuk selesai lebih dulu, lalu berlari ke arah tenda dan meneriaki kami “woi ngapain makan di semak-semak?” saya yang sudah beres makan menuju tenda melirik Samsul dan Widi yang hampir selesai juga, sepersekian detik saling lirik dan setelahnya segala ujaran kotor mulai bertebaran menhujani Reza.

Waktu kami masih cukup luang untuk menuju malam, sebagian beristirahat di dalam tenda dan ada pula yang beristirahat di atas hammock. Karena yang lebih penting dari itu bagaimana Samsul bisa kami berdayakan, entah sebagai objek penderita dan candaan ataupun dari cerita-cerita konyol tentang kehidupan.

Sore ini angin cukup besar, mengoyangkan pepohonan dan tentunya tenda kami beserta pendaki yang lain. Malam ini nampaknya badai akan datang, dan akan menjadi pertimbangan untuk dini hari nanti tetap melakukan summit atau tidaknya.

 

0 komentar:

Posting Komentar