![]() |
| Gunung Sumbing |
Terminal
Jumat, sore ini kami berkumpul di
terminal Cicaheum, Bandung. Seperti kesepakatan yang telah kami sepakati di
beberapa malam sebelumnya, kami akan berkumpul di terminal ini setengah 5 sore.
Karena bis akan mulai berangkat jam 5 sore.
Jam 4 lebih 15 menit saya
berangkat dari kantor, ceritanya nebeng karena beberapa karyawan ada yang
pulang melewati terminal ini. Sekitar setengah 5 sore kurang beberapa menit
saya tiba di lokasi, tak lama dari itu Samsul pun sudah menyusul ke dalam
terminal. Pertanyaan yang sama saling terlontar, “mana yang lain?”
Berhubung masih setengah 5, kami
masih cukup santai untuk menunggu kehadiran 2 rekan kami lainnya. Sesekali kami
coba chat lewat whatsapp bahkan telp, seruannya masih sama, “di jalan!” hal ini
yang dari awal mendasari saya kenapa perjalanan ini tak ingin ada drama di
dalamnya. Karena satu keterlambatan, akan merembet merepotkan yang lainnya.
Bis pun berangkat jam 5 sore
lebih sedikit, kabar terakhir Widi dan Reza masih di jalan. Widi diantar salah
satu rekan kami Meika menggunakan motor, dan reza memilih turun dari damri
untuk pindah menggunakan ojek online. Sedikit gambaran, posisi Bis Budiman yang kami tumpangi berangkat dari
terminal Cicaheum akan berhenti di beberapa titik sebelum benar-benar tancap
gas meninggalkan kota Bandung. Pemberhentian pertama adalah pool damri GedeBage
(Soekarno Hatta). Jalanan yang sangat padat khas jumat sore memaksa bis yang
kami gunakan melaju cukup lambat, dan karena itu kami baru bisa tiba di pool
damri jam 6 sore kurang. Bertepatan dengan adzan magrib, namun sampai detik itu
pun 2 orang rekan kami ini masih belum sampai.
Kembali Samsul dengan raut yang
mulai panik menanyakan posisi mereka, Reza masih di jalan dengan memilih
membawa motor, dan sang driver menjadi penumpang. Sementara Widi ternyata baru
melewati terminal CIcaheum. Bis akan berhenti sebentar di Cileunyi, setelah itu
mungkin tinggal lambaikan tangan.
Jalanan masih sangat padat,
bahkan Reza yang mencoba menyusul kami menggunakan motor pun belum cukup mampu
untuk mengejar. Samsul sempat bertanya, andai mereka berdua tak mampu mengejar
bis ini bagaimana?, bagi saya perjalanan harus tetap lanjut, dengan atau tanpa
mereka. Menjelang bis tiba di Cileunyi sebuah motor menyalip kami dari kanan,
dengan melambaikan tangan ke supir bis bermaksud untuk menghentikan bisnnya.
Samsul yang dari awal memilih untuk duduk di depan memastikan kehadiran 2 tim
kami, dan ikut meminta supir bis agar melambatkan laju bisnya hingga berhenti.
Dengan posisi terburu-buru, nafas terengah-engah, reza mulai naik bis dan duduk
bersama kami. Dua ekspresi yang dia suguhkan, di satu sisi meminta maaf, dan
sisi lain menahan tawa atas kelakuannya sendiri.
Oiya, Widi sampai kami tiba di
Cileunyi pun masih belum menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Sempat
terpikirkan pendakian Gunung Sumbing ini mungkin memang akan ditempuh bertiga.
Tiba-tiba hp syamsul berdering, widi tenyata masih berusaha mengejar bis yang
membawa kami ke Wonosobo. Tepat ketika bis menaikan salah satu penumpangnya di daerah
Cicalengka, sebuah motor berhenti. Ternyata memang benar, Widi pun akhirnya
mampu untuk menyusul bis dan ikut bersama kami menuju Wonosobo.
Bagian yang menariknya, Meika
orang yang mengantarkan Widi sampai Cicalengka harus pulang sendirian, dengan
hanya mengenakan kaos dan celana pendek. 26km jarak yang mereka tempuh dari
Cicaheum hingga Cicalengka. Waktu menunjukkan jam 8 malam, akhirnya rombongan
kami pun sudah lengkap untuk menuju Wonosobo. Di dalam bis selain saling
mencaci dan memaki, dalam canda dan tawa, saya menyadari kali ini pesan tanpa
drama benar-benar seolah tak bermakna.

0 komentar:
Posting Komentar