Rabu, 28 Juli 2021

Pendakian Gunung Sumbing, Semangat Menjaga Tawa (part 5)

 


Badai yang kami prediksi saat sore benar saja terjadi. Angin begitu kencang menerpa tenda kami, dan beberapa frame tenda dengan terpaksa harus kami longgarkan agar tidak patah. Sebelumnya kami mencoba untuk memperbaiki dan menguatkan pasak sebagai penyangga, namun ternyata terlalu beresiko. Syamsul malam itu bertugas untuk membuat puding, yang akan menjadi salah satu bekal kami di puncak nanti.

Malam ini kami putuskan untuk bermalam dengan kondisi tenda yang cukup rendah. Layer tenda bagian dalam pun kami relakan untuk sangat berdekatan dengan muka. Suhu udara di luar sebenarnya tidak terlalu dingin, namun anginnya yang kami rasa cukup menyiksa. Bersama tenda yang terus bergoyang karena terpaan angin, kami menutup mata sebelum dini hari nanti melakukan summit.

......

Satu persatu alarm handphone berbunyi, jam tangan digital menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh. Ya, memang kami menjadwalkan untuk mendaki ke puncak di jam tiga dini hari. Setengah jam kami persiapkan untuk mempersiapkan kebutuhan dan perbekalan di puncak nanti.

Badai semalam mulai mereda, saat keluar tenda angin kencang berganti menjadi dingin. Masing – masing dari kami sudah berada di luar tenda, lengkap dengan jaket tebal, head lamp, dan celana panjang. Semua perbekalan kami satukan di satu tas, air mineral, makanan ringan, dan tentunya puding yang tadi malam Syamsul buat. Jam tiga lebih enam menit kami memulai pendakian ke puncak dengan berdoa bersama, dan Syamsul pula yang memimpin do’a di rombongan kami.

Perlahan kami memulai langkah, Reza di bagian depan memimpin diikuti Syamsul, Widi lalu saya. Tas perbekalan kami pilih untuk dibawa bergantian, dan Reza menjadi orang pertama yang menggendongnya. Jalur pasir di awal yang kami lalui, diantara langit terang dan lampu – lampu tenda kami mulai menjauhi area camp.

Pasir yang kami lalui cukup padat, namun cukup licin pula untuk dijadikan tumpuan. Sesekali kaki harus sedikit merosot untuk menemukan tumpuan yang kokoh. Jalur pasir yang kami lalui berganti menjadi kumpulan batu yang tersebar berserakan. Untuk kaki cukup menyenangkan karena menumpu dengan kuat, namun terkadang paha harus melangkah lebih tinggi untuk mendapatkan  tumpuan selanjutnya. Sesekali kami memilih beristirahat di balik batu besar, yang besarnya cukup untuk menahan angin agar tidak langsung menerpa badan kami. Rasa lelah dan nafas yang mulai terengah – engah kami salurkan jadi sebuah bentuk candaan. Seperti pesan Reza tentang ‘semangat menjaga tawa'.

Kami melanjutkan perjalanan ke puncak, di jalur yang kami lewati batu semakin besar dan menumpuk. Di titik ini kami menemukan satu tenda yang didirikan dibalik tebing batu besar yang berdiri tinggi menjulang. Tak jauh setelah melewati tenda Syamsul meminta istirahat, ada yang berteriak dari dalam perutnya dan minta dituntaskan. Di jalur menanjak yang sudah berganti menjadi tanah yang tertutup rumput kami beristirahat dan Syamsul sibuk mencari tempat persembunyiannya untuk mengeluarkan beban dalam perutnya. Dilengkapi pisau lipat dan tisu basah yang akan menjadi perlengkapan ritualnya.

Sesekali kami bersahutan lewat teriakkan, selain memastikan keberadaan Syamsul juga untuk menjadi bahan candaan lagi dan lagi. Lebih dari 15 menit waktu yang dia habiskan untuk melakukan ritual di semak - semak, keluar dari sana dengan penuh tawa dan muka bahagia karena urusan perut sudah dituntaskan.

Kembali kami melanjutkan perjalanan ke puncak gunung sumbing, jam pun sudah menunjukan  pukul 5 kurang. Jalan yang didominasi tanah dengan bebatuan kecil menjadi teman bagi pijakan kami. Hingga menemukan satu pertigaan kami pilih ke sebelah kiri atau timur untuk mendekati kemungkinan arah matahari terbit.

Vegetasi yang kami lewati menuntun langkah pada langit yang terbuka. Menanjak dengan belokan tajam mengarahkan kami pada medan tumpukan batu. Dan di bagian atasnya ketika kami sampai adalah ruang terbuka. Di hadapan kami seperti kaldera luas yang tersaji, dan dibagian timur langit mulai menunjukkan warna orange. Tidak lama lagi matahari akan terbit.

Waktu menunjukan pukul lima lebih dua puluh delapan, masing – masing dari kami mencari posisi untuk menunaikan shalat subuh.

Matahari pun akhirnya terbit dari arah timur, memancarkan cahaya terang perpaduan antara orange dan kuning. Kami terduduk di beberapa bagian batu besar menghadap matahari, sepersekian detik terdiam lalu tertawa dan berpelukan seperti teletubbies hahaha.

Syamsul tertawa kegirangan, disambut Widi yang sama – sama merupakan pencapaian baru untuk keduanya. Selebihnya kami habiskan waktu untuk kembali bercanda di puncak ini. Sejenak menengok ke arah kemungkinan basecamp berada, sedikit membayangkan kemarin pagi kami memulai langkah demi langkah hingga pagi ini tiba di puncak.

Setelah puas menikmati matahari terbit dan mengabadikan momen, kami sedikit turun ke celah batu, membuka perbekalan dan mulai menikmatinya. Termasuk puding buatan Syamsul tadi malam.

Menjelang jam 7 pagi kami berjalan sedikit melipir menuju plang puncak Gunung Sumbing berdiri. Mengabadikan beberapa momen disana lalu kami memilih untuk turun. Karena dengan turun lebih cepat akan memberikan banyak waktu bagi kami untuk menikmati waktu sekitar tenda.

 


Senin, 08 Februari 2021

Ternyata 2 hal ini sangat efektif meningkatkan finansialmu di era digital!

 

“Uang tidak membuatmu bebas secara finansial; hanya Anda yang bisa membuat diri Anda bebas secara finansial” – Suze Orman

Salah satu impian dari banyak orang adalah memiliki kebebasan secara finansial. Namun untuk mendapatkan posisi tersebut terkadang membutuhkan perjuangan bahkan pengorbanan. Sebagian orang memilih untuk bekerja keras, sebagiannya lagi memilih untuk bekerja cerdas. Kedual hal itu menjadi sebuah upaya untuk meningkatkan finansial dan segera mencapai impian tersebut.

Apa yang dimaksud dengan bekerja cerdas?

Secara sederhana bekerja dengan cerdas adalah menggunakan atau mengeluarkan usaha seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil kerja semaksimal mungkin.

Dari beberapa hal yang dipelajari, bekerja cerdas bukanlah hal yang mudah. Namun untuk mengakalinya, kita bisa memulainya dengan mengelola pendapatan secara cerdas agar berdampak pada peningkatan pendapatan.

Dan 2 hal yang sangat efektif dalam mengelola dan meningkatkan pendapatan adalah alokasi dan inventasi.


#1. ALOKASI

Paul Getty bilang, “uang itu seperti pupuk. Anda harus menyebarkannya atau ia akan menjadi berbau.”

Salah satu hal penting dalam mengelola finansial adalah membuat alokasi anggaran yang disesuaikan dengan pendapatan. Karena alokasi akan membuat kita mengerti dan memahami arus keluar masuk uang, bahkan menemukan pengeluaran-pengeluaran yang tidak terlalu penting.

Pernahkah mengalami baru aja gajian tapi seminggu sudah mulai engap-engapan?

Atau

Pernah merasa kebingungan ketika ada kebutuhan mendesak di luar dugaan? Uang mana yang akan dipakai menutupinya?

Dua contoh tersebut bisa terjadi karena kita tidak membiasakan diri untuk mengantur finansial. Jadi, sebelum lebih jauh mencoba meningkatkan finasial, mari kita mulai dengan membenahi pengelolaan dan alokasinya. 

Beberapa hal di bawah ini harus diperhatikan untuk mengatur alokasi finansial.

     1. Miliki beberapa rekening

Masih banyak orang yang hanya memiliki satu rekening untuk berbagai kebutuhan. Akhirnya semua uang tercampur dan pengeluaran menjadi berantakan. Dengan memiliki lebih dari satu rekening akan membantu membagi alokasi pengeluaran. 

Setidaknya dibagi untuk kebutuhan pokok; living, playing, saving. Lalu membagi dari saving-nya ke tabungan biasa, investasi, dan dana darurat. Hal tersebut bisa dijadikan acuan awal untuk memulai alokasi yang lebih efektif.

Harus punya rekening banyak? Males dan ribet buka rekeningnya!

Tenang, saat ini sudah banyak bank yang menyediakan jasa pembukaan rekening secara online.

 2.       Lakukan distribusi di awal

Saat gajian tiba lakukan pembagian saat itu juga, bukan setelah berjalan apalagi dari sisa pendapatan. Hal ini bertujuan mempermudah kita mengontrol pengeluaran, dan mengukur komposisi pembagian dana kita agar mendekati akurat.

 3.       Evaluasi

Lakukan evaluasi di setiap akhir bulan. Saat pertama memulai mengalokasikan anggaran mungkin membutuhkan 3 sampai 6 bulan untuk akhirnya menemukan alokasi yang ideal. Evaluasi juga akan membantu slot anggaran mana yang harus dikurangi dan ditambahkan dari perencanaan yang dipersiapkan.

 4.       Komitmen

Poin ini adalah kunci! Karena semuanya akan berguguran saat komitmen luntur dan bergeser. Maka membiasakan berkomitmen hingga menjadi kebiasaan akan ikut menjaga dan mengarahkan finasial kita terkelola dengan baik dan maksimal.

Percayalah, akan selalu ada godaan saat kita mencoba untuk menjadi lebih baik?

Jadi, bersemangatlah dan jaga komitmennya! 


#2. INVESTASI 

Setelah mulai menerapkan alokasi pada pendapatan atau finasial, saatnya melirik ke arah investasi. Karena investasi menjadi salah satu pintu yang akan membantu kita meningkatkan pendapatan setidaknya dalam jangka panjang.

Masa terus menerus kerja keras, kapan kerja cerdasnya?

Hal yang mendasari kenapa harus mulai melirik investasi adalah waktu. Seperti yang disampaikan oleh Warren Buffet,

“if you don’t find a way to make money while you sleep, you will work until you die.”

Ya, waktu adalah aset dan investasi yang sebenarnya bisa kita maksimalkan.

Tapi kan banyak yang investasi terus kena tipu, terus malah bikin bangkrut.

Pertanyaanya, investasi yang seperti apa? Karena investasi itu perlahan dan berkembang bersama kesabaran. Supaya aman, pastikan tempat di mana kita berinvestasi tersebut di awasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Nah, di era digital seperti sekarang ini sudah banyak pihak yang menawarkan investasi secara online dengan minimum setoran yang sangat murah. Tapi jangan asal murah ya! Pelajari dan perhitungkan kembali sebelum memilih investasi.

Beberapa investasi sudah tersedia secara digital dan online dalam proses transaksinya, beberapa pilihan untuk memulainya adalah berikut ini:

1.       1. Emas

Disadari atau tidak hampir setiap tahunnya harga emas selalu meningkat, dan dari dulu orang tua kita bahkan sudah memulainya dangan menabung dalam bentuk emas. Hari ini, beberapa platform bahkan yang dimiliki pemerintah menjual emas dalam bentuk digital dan bisa kita cicil pembeliannya, bisa dijual lagi secara online, atau kita cetak menjadi emas batangan.

 2.       Reksadana

Reksana dapat menjadi pilihan untuk orang-orang yang mulai mencoba investasi. Dengan adanya Manager Investasi di dalamnya akan membantu menyalurkan dan mengelola dana yang kita investasikan.

Banyak orang yang memilih untuk memulai investasinya di reksadana karena cenderung lebih aman. Adanya platform online yang berkembang sekarang membuat orang-orang dapat berinvestasi dengan mudah.

 3.       Saham

Berbeda dengan reksadana yang menggunakan Manager Investasi di dalamnya, berinvestasi melalui saham sangat bergantung pada kita sendiri sebagai orang yang berinvestasi. Biasanya, mereka yang telah memulai di reksadana akan melanjutkan investasinya melalui saham. Sebagian merasa keuntungannya lebih besar di bandingkan reksadana, meskipun tetap ada profil resiko yang harus diperhitungkan.

Beberapa platform online sudah tersedia dan di awasi OJK bagi yang ingin memulai berinvestasi melalui saham.

 4.       Trading Forex

Nah, yang ini adalah investasi yang dikenal dengan istilah high risk high return, dan menjadi instrumen keuangan dengan pasar paling besar  di dunia, mengalahkan saham dan instrument lain.

Meskipun resikonya besar, namun tetap ada cara dalam mengelola dan mengatasi resikonya.

 Beberapa hal di atas adalah pilihan yang dapat dijadikan opsi saat akan memilih investasi. Mengenali profil resiko akan sangat membantu kita dalam memilih investasi mana yang sekiranya cocok untuk dipilih.


Dengan memulai membiasakan diri untuk mengalokasikan pendapatan, lalu mengembangkannya dengan memulai berinvestasi seharusnya menjadi langkah awal yang akan membantu kita dalam meningkatkan finasial.

Terlebih di era digital ini menawarkan banyak akses dan kemudahan yang akan mendukung kita untuk memaksimalkan alokasi dan investasi.

Selamat mencoba,  



Sumber gambar dari unsplash

 

Minggu, 25 Oktober 2020

Pendakian Gunung Sumbing, semangat menjaga tawa (part 4)

Matahari sudah benar-benar meninggi, sesaat atau sebentar lagi ia akan berada tepat di atas kepala. Mayoritas para pendaki yang melalui jalur garung di Gunung Sumbing ini akan memilih untuk mendirikan tenda di pos 4 (pestan) atau di pos 5 (pasar watu). Kami sedari awal sudah menentukan akan bermalam dan mendirikan tenda di ujung pestan, dan mendekati jalur menuju pasar watu.

Pendakian ini mungkin yang pertama bagi Samsul dan Widi, jadi secara keputusan baik teknis maupun non teknisnya mereka percayakan pada kami (saya & Reza). Di pos 3 kami hanya beristirahat sebentar, berbagi beberapa tegukan air mineral dan disambung sebatang rokok. Meskipun Samsul dan Widi memilih untuk tidak merokok dulu, karena bagi mereka itu akan membantu proses bernafasnya. Dan tentunya tidak berlaku bagi saya dan Reza.

Mendekati pos 4 Reza memilih untuk berjalan duluan agar bisa memilih dan menentukan posisi dimana tenda akan didirikan. Disusul Samsul yang sudah mulai panas dan menemukan gairah mendakinya, walaupun cukup disayangkan karena hanya beberapa menit lagi sebenarnya kita tiba di area camp.

Hampir tiba di pestan, tepat di bawah areanya ada pohon yang cukup rindang. Dan saya memilih untuk merehatkan badan sejenak disana, membuka sedikit amunisi cemilan dan minuman pelepas dahaga. Tentunya disusul dengan sebatang rokok kreasi sang gudangnya bergaram. Bukan egois menikmati sendirian, mereka pun paham rasanya 12 liter air dipikul seharusnya menjadi pemakluman.

Tak lama berselang Widi pun tiba di titik saya beristirahat, ikut nimbrung dan mulai berani membakar rokoknya. Disusul satu rombongan berisi empat orang, yang secara usia mungkin tak terlalu muda lagi. Satu diantaranya ikut bergabung beristirahat bersama saya dan Widi, yang lainnya ada yang tetap berjalan walau perlahan, dan ada yang memilih beristirahat terpisah.

Dari tampilan serta bahasa saat berdialognya saya yakini mereka ini bukan orang yang baru mendaki gunung. Pengalaman, perlengkapan, dan cerita kebersamaannya memang sudah terjalin dari jauh-jauh hari bahkan saat muda dulu. Dan mereka akan selalu meluangkan waktu setiap tahunnya satu hingga dua kali untuk mendaki bersama.

Sejenak saya terkagum, dengan salah satu cara bagaimana mereka mengelola pertemanan. Saat beberapa orang terbatasi, dan mereka mungkin yang memilih untuk bernegosiasi. Saya kemasi barang untuk menuju titik tenda yang sudah dicari Reza, sambil berujar pada Widi “gue mau naik gunung sampai tua nanti kaya mereka.”

Reza sudah mulai mempersiapkan tenda dan akan membangunnya, ditemani Samsul yang mulai ingin terlihat berguna. Kami membagi porsi untuk membangun tenda dan mengumpulkan serta mengkondisikan barang bawaan. Hingga akhirnya tenda selesai dan siap dipergunakan, sekalipun saya dan Reza masih cukup ragu. Karena area camp pestan ini cukup terbuka dan posisinya ada di punggungan gunung yang menurut kami menjadi jalur angin. Banyak cerita yang beredar bahwa badai di gunung ini cukup luar biasa, namun kami mencoba menyakini beberaa kemungkinan yang kami persiapkan.

Setelah semua selesai kami pilih untuk membuka bekal makan siang kami, Reza sebagai kordinator bekal mulai keluar ide penuh intrik dan estetiknya. Dia membawa kami untuk makan di tengah semak belukar, dalihnya biar lebih menyatu bersama alam bebas. Sesaat kami makan bersama dia memilih untuk selesai lebih dulu, lalu berlari ke arah tenda dan meneriaki kami “woi ngapain makan di semak-semak?” saya yang sudah beres makan menuju tenda melirik Samsul dan Widi yang hampir selesai juga, sepersekian detik saling lirik dan setelahnya segala ujaran kotor mulai bertebaran menhujani Reza.

Waktu kami masih cukup luang untuk menuju malam, sebagian beristirahat di dalam tenda dan ada pula yang beristirahat di atas hammock. Karena yang lebih penting dari itu bagaimana Samsul bisa kami berdayakan, entah sebagai objek penderita dan candaan ataupun dari cerita-cerita konyol tentang kehidupan.

Sore ini angin cukup besar, mengoyangkan pepohonan dan tentunya tenda kami beserta pendaki yang lain. Malam ini nampaknya badai akan datang, dan akan menjadi pertimbangan untuk dini hari nanti tetap melakukan summit atau tidaknya.

 

Jumat, 23 Oktober 2020

Pendakian gunung sumbing, semangat menjaga tawa (part 3)


 Sekitar jam 3 pagi kami tiba di terminal Wonosobo, perjalanan yang lumayan panjang ditambah sedikit bumbu drama. Jam 11 malam sebenarnya bis sempat berhenti untuk beristirahat di Ciamis dan makan malam. Tapi pagi ini urusan perut nampaknya belum tuntas, kami pun memilih untuk beristirahat di salah satu warung di dalam terminal. Sambil menikmati sarapan yang sejujurnya kepagian, dan menunggu subuh serta angkutan yang akan membawa kami ke basecamp garung, Gunung Sumbing.

Urusan perut selesai, subuh sudah dilaksanakan, segala perlengkapan logistik sudah kami penuhi. Jam 5 lebih kami mulai menaiki bis kecil dari terminal ini menuju basecamp. Udara masih sangat dingin, pemandangan sepanjang jalan cukup indah khas suasana daerah kaki gunung. Jalan yang kami lewati adalah jalan yang sama untuk menuju basecamp kledung (Gunung Sindoro).

Sekitar 20 menit kami lewati jalanan bersama bis kecil itu, akhirnya kami tiba di pinggir jalan. Untuk menuju basecamp setidaknya kami masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter. Tak lupa kami mampir di sebuah warung nasi, untuk menyiapkan bekal makan siang kami setibanya di area camp nanti.

Di basecamp garung kami selesaikan urusan simaksi dan registrasi, Samsul yang paling muda kami percayakan untuk mengurusnya. Selain untuk belajar, di sisi lain untuk pengalaman dia, dan yang lebih penting biar dia lebih berguna bagi kehidupan kami HAHAHAHA.

Kami melanjutkan persiapan dengan mengecek perlengkapan dan packing ulang carrier masing-masing, memastikan barang yang dibawa dan segala keperluan sebelum memulai pendakian. Terutama urusan setor tunai, perut kami setiap pagi seolah sudah memberi jadwal agar dituntaskan. Perjalanan hingga kami tiba di basecamp sebenarnya seperti perjalanan mereka pada umumnya. Ada sedikit drama, dibalut canda, ada saling ejek dan sindiran, termasuk saling tertawa dan menertawakan.

Dari basecamp menuju pos 1 kami memilih menggunakan ojek, dengan pertimbangan memangkas waktu dan memberdayakan ojek setempat, setidaknya dengan itu kami mencoba untuk ikut serta menghidupkan ekonomi masyarakat kaki Gunung Sumbing. Sebuah dalih di balik maksud menghemat tenaga dan rasa malas, hahaha.

Memulai pendakain dengan berdoa dipimpin oleh tuan muda Samsul, pertanda kami akan melangkah memulai pendakian ini. Sesaat sebelum kami menaiki ojek-ojek yang siap mengantarkan kami ke pos 1, Reza menitipkan sebuah pesan, “tawa yang kita nikmati sampai sekarang, harus dijaga hingga tiba di puncak, sampai pulang ke basecamp, dan saat nanti kembali ke rumah!”

Teman-teman yang sudah pernah menggunakan ojek dari basecamp garung ke pos 1 pasti tau, bahwa posisi kita saat naik ojeknya adalah duduk di depan, sedangkan carrier kita akan di simpan di belakang di gendong bapak ojeknya. Dengan motor khas yang sebenarnya bukan pasangannya untuk di pakai ke gunung, motor melewati jalur menanjak dan berbatu, dan di beberapa titik jantung kita serasa lebih hidup di pacu adrenalin. Semakin atas jalan pun semakin menyempit, jalan bebatuan mulai berganti menjadi tanah, tanjakan terakhir membawa kami ke suatu lokasi, tempat dengan pondokan dan warung, menandakan kami sudah tiba di pos 1.

Jam setengah 9 pagi kami mulai menapakkan kaki untuk menelusuri jalur setapak, harapannya tak terlalu sore untuk kami tiba di pos 4. Rencananya di pos  4 lah kami akan mendirikan tenda dan bermalam di sana.   

Jalur pendakian Gunung Sumbing via Garung adalah jalur yang sudah cukup terkenal dikalangan pendaki, selain secara akses dari jalan raya yang tidak terlalu jauh, jalur ini pun cukup jelas untuk mengarahkan kita ke puncak gunung.

Setengah jam berjalan Samsul mulai berulah, dia merasa kepanasan karena celana panjang yang digunakan bahannya mungkin kurang sesuai untuk dipakai mendaki. Terlebih matahari saat itu sangat bersahabat, menjadikan jalur pendakian cukup berdebu dan lebih menguras fisik dan memudahkan kita untuk merasa kehausan.

Samsul memilih untuk mengganti celananya dengan celana pendek, dengan harapan sirkulasi udara akan lebih membuatnya nyaman. Beberapa kali langkah kakinya tertinggal oleh kami bertiga, hingga di istirahat berikutnya dia memilih untuk berjalan duluan dari kami dan mengikuti rombongan lain. Dengan harapan akan mendapatkan waktu lebih lama untuk beristirahat di pos selanjutnya.

Sekitar jam 3 pagi kami tiba di terminal Wonosobo, perjalanan yang lumayan panjang ditambah sedikit bumbu drama. Jam 11 malam sebenarnya bis sempat berhenti untuk beristirahat di Ciamis dan makan malam. Tapi pagi ini urusan perut nampaknya belum tuntas, kami pun memilih untuk beristirahat di salah satu warung di dalam terminal. Sambil menikmati sarapan yang sejujurnya kepagian, dan menunggu subuh serta angkutan yang akan membawa kami ke basecamp garung, Gunung Sumbing.

Urusan perut selesai, subuh sudah dilaksanakan, segala perlengkapan logistik sudah kami penuhi. Jam 5 lebih kami mulai menaiki bis kecil dari terminal ini menuju basecamp. Udara masih sangat dingin, pemandangan sepanjang jalan cukup indah khas suasana daerah kaki gunung. Jalan yang kami lewati adalah jalan yang sama untuk menuju basecamp kledung (Gunung Sindoro).

Sekitar 20 menit kami lewati jalanan bersama bis kecil itu, akhirnya kami tiba di pinggir jalan. Untuk menuju basecamp setidaknya kami masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter. Tak lupa kami mampir di sebuah warung nasi, untuk menyiapkan bekal makan siang kami setibanya di area camp nanti.

Di basecamp garung kami selesaikan urusan simaksi dan registrasi, Samsul yang paling muda kami percayakan untuk mengurusnya. Selain untuk belajar, di sisi lain untuk pengalaman dia, dan yang lebih penting biar dia lebih berguna bagi kehidupan kami HAHAHAHA.

Kami melanjutkan persiapan dengan mengecek perlengkapan dan packing ulang carrier masing-masing, memastikan barang yang dibawa dan segala keperluan sebelum memulai pendakian. Terutama urusan setor tunai, perut kami setiap pagi seolah sudah memberi jadwal agar dituntaskan. Perjalanan hingga kami tiba di basecamp sebenarnya seperti perjalanan mereka pada umumnya. Ada sedikit drama, dibalut canda, ada saling ejek dan sindiran, termasuk saling tertawa dan menertawakan.

Dari basecamp menuju pos 1 kami memilih menggunakan ojek, dengan pertimbangan memangkas waktu dan memberdayakan ojek setempat, setidaknya dengan itu kami mencoba untuk ikut serta menghidupkan ekonomi masyarakat kaki Gunung Sumbing. Sebuah dalih di balik maksud menghemat tenaga dan rasa malas, hahaha.

Memulai pendakain dengan berdoa dipimpin oleh tuan muda Samsul, pertanda kami akan melangkah memulai pendakian ini. Sesaat sebelum kami menaiki ojek-ojek yang siap mengantarkan kami ke pos 1, Reza menitipkan sebuah pesan, “tawa yang kita nikmati sampai sekarang, harus dijaga hingga tiba di puncak, sampai pulang ke basecamp, dan saat nanti kembali ke rumah!”

Teman-teman yang sudah pernah menggunakan ojek dari basecamp garung ke pos 1 pasti tau, bahwa posisi kita saat naik ojeknya adalah duduk di depan, sedangkan carrier kita akan di simpan di belakang di gendong bapak ojeknya. Dengan motor khas yang sebenarnya bukan pasangannya untuk di pakai ke gunung, motor melewati jalur menanjak dan berbatu, dan di beberapa titik jantung kita serasa lebih hidup di pacu adrenalin. Semakin atas jalan pun semakin menyempit, jalan bebatuan mulai berganti menjadi tanah, tanjakan terakhir membawa kami ke suatu lokasi, tempat dengan pondokan dan warung, menandakan kami sudah tiba di pos 1.

Jam setengah 9 pagi kami mulai menapakkan kaki untuk menelusuri jalur setapak, harapannya tak terlalu sore untuk kami tiba di pos 4. Rencananya di pos  4 lah kami akan mendirikan tenda dan bermalam di sana.   

Jalur pendakian Gunung Sumbing via Garung adalah jalur yang sudah cukup terkenal dikalangan pendaki, selain secara akses dari jalan raya yang tidak terlalu jauh, jalur ini pun cukup jelas untuk mengarahkan kita ke puncak gunung.

Setengah jam berjalan Samsul mulai berulah, dia merasa kepanasan karena celana panjang yang digunakan bahannya mungkin kurang sesuai untuk dipakai mendaki. Terlebih matahari saat itu sangat bersahabat, menjadikan jalur pendakian cukup berdebu dan lebih menguras fisik dan memudahkan kita untuk merasa kehausan.

Samsul memilih untuk mengganti celananya dengan celana pendek, dengan harapan sirkulasi udara akan lebih membuatnya nyaman. Beberapa kali langkah kakinya tertinggal oleh kami bertiga, hingga di istirahat berikutnya dia memilih untuk berjalan duluan dari kami dan mengikuti rombongan lain. Dengan harapan akan mendapatkan waktu lebih lama untuk beristirahat di pos selanjutnya.

Rabu, 21 Oktober 2020

Tips memilih jasa open trip ke gunung

 

Seiring berkembangnya tren pendakian gunung yang semakin digemari banyak orang, berkembang pula lini bisnis baik produk maupun jasa yang berhubungan dengan pendakian gunung. Salah satunya penyedia jasa open trip, sebuah bidang usaha yang menyediakan jasa pengelolaan trip atau perjalanan ke gunung.

Sebagian orang mungkin masih bingung memilih open trip yang terpercaya dan berkompenten untuk mengakomodir perjalanannya. Karena terkadang ada beberapa pengalaman orang-orang yang merasa kecewa dengan suatu penyelenggara open trip ke gunung.

Referensi memilih penyedia jasa open trip :

1.  Siapa penyelenggaranya ?

Kita perlu tahu siapa yang menyelenggarakan atau menyediakan jasa open tripnya, dengan hal itu  kita bisa mencari tahu tentang nama tersebut baik dari internet atau bertanya pada beberapa orang maupun grup pendakian gunung (facebook, kaskus, dan lain-lain).

Lebih bagus lagi kalau kita tahu siapa pemiliknya, karena background pemilik biasanya akan terwakilkan pada brand yang mereka miliki. Orang-orang yang berpengalaman dan menggemari kegiatan mendaki gunung, seharusnya akan lebih mengerti bagaimana baik dan buruknya mengakomodir serta memperlakukan peserta dalam ruang lingkup aktifitas pendakian gunung.

 2. History atau pengalamannya

Alangkah baiknya ketika memilih open trip carilah yang berpengalaman, dari situ akan kita temukan track record dari jasa yang mungkin telah dikonsumsi beberapa atau banyak orang. kita bisa mencoba menerka kemungkinan atau kecocokan kita dari pengalaman yang telah orang-orang rasakan. Meskipun tidak menutup kemungkinan, ada penyedia jasa baru yang berkompeten pula dan bisa dijadikan pertimbangan.

3.  Harga dan fasilitas

Harga akan berpengaruh dengan fasilitas yang ditawarkan, pada umumnya open trip akan menawarkan fasilitas yang membantu dan mengurangi beban kita saat akan dan melakukan pendakian gunung. 

Bukan hal yang salah membandingkan harga antara satu penyedia jasa dengan yang lainnya, selama menjaga etika pula di dalamnya. Hal itu agar menjadi ukuran kita tentang kewajaran suatu harga, yang seharusnya berbanding lurus dengan fasilitas yang ditawarkan.

4.    Guide dan porter

Guide atau pemandu menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan, baiknya memilih penyedia jasa yang pemandunya sudah bersertifikat. Karena menjadi pemandu bukan sekedar tentang bisa dan pernah naik gunung, tapi ada hal-hal lain yang berhubungan dengan peserta termasuk keselamatan dan kenyamanan dalam satu perjalanan.  

Untuk porter kadang memang cukup sulit mencari tahu, tapi sekedar menjadi pertimbangan baiknya pilihlah penyedia jasa yang menggunakan porter dari masyarakat lokal atau basecamp pendakian. Harapannya selain menikmati aktifitas mendaki gunung, di sisi lain kita ikut serta membantu ekonomi masyarakat setempat.

5.       Kantor atau basecamp

Alangkah baiknya saat memilih penyedia jasa open trip pilih mereka yang memiliki kantor atau setidaknya basecamp, hal tersebut agar kita lebih tenang ketika bertransaksi dengan bisnis yang memiliki alamat jelas. Atau menjadi nilai lebih saat ada masalah atau kendala untuk kita temukan informasi maupun keterangan.

 6.       Rundown atau jadwal pendakian

Durasi dan jadwal menjadi bahan pertimbangan lain, agar kita bisa menyesuaikan antara kemampuan baik fisik maupun waktu dengan jadwal yang mereka sediakan. Setidaknya kita memiliki pegangan jelas untuk di awal, untuk menyesuaikan jadwal jika harus cuti maupun untuk menyesuaikan fisik untuk beberapa gunung.

 7.       Surat perjanjian

Hal ini menurut saya adalah bagian cukup penting, karena di dalamnya berisi kesepakatan. Entah tentang pembayaran atau pun hal lainnya. Setidaknya ada poin-poin kesepakatan yang bisa menjadi pegangan. Terlebih mendaki gunung adalah salah satu olahraga yang berbahaya, yang berhubungan dengan cuaca dan kondisi alam.

 8.       Asuransi

Poin terakhir ini memang belum semua penyedia jasa menawarkan asuransi pada perjalanannya, namun bisa dijadikan salah satu pertimbangan saat kita mencari atau memilih penyelanggara open trip.

Di luar hal-hal yang disampaikan di atas mungkin masih ada pertimbangan lain, yang menjadi acuan atau saran saat akan memilih penyedia jasa open trip ke gunung. Namun, di balik ramainya daya tawar yang disampaikan beberapa pihak tentang open tripnya. Kita harus lebih bijak saat memilih, karena hal itu akan sangat membantu untuk memilimalisir resiko pada perjalanannya maupun mengurangi kemungkinan rasa kecewanya.

Dan satu hal penting lainnya, dengan atau tanpa ikut open trip pastikan pendakian kita tetap mengingat atau peduli terhadap kelestarian gunung itu sendiri. Untuk membantu dan mengupayakan meminimalisir resiko kerusakan gunungnya.

Selamat mendaki gunung,

Jaga diri, jaga sesama.

Saling menjaga beserta lingkungannya.

Senin, 19 Oktober 2020

Open trip pendakian gunung, dua sisi di tengah tren mendaki yang meningkat.

Pendakian gunung hari ini memang cukup ramai dan digemari banyak kalangan, cukup berbeda pula ketika kita bandingkan dengan 10 tahun yang lalu atau sebelum 2010. Setidaknya belakangan atau sebelum pandemi ini gunung sangat ramai dikunjungi, apalagi ketika akhir pekan, long weekend, dan saat musim liburan terlebih tahun baru.

Seiring berkembangnya tren mendaki gunung, berkembang pula sisi-sisi lain yang ikut berkembang di dalamnya. Salah satu yang cukup mencolok adanya open trip ke gunung, hal ini mungkin bukan hal yang seutuhnya baru. Bicara dulu pun mungkin sudah ada, dengan kemasan yang lebih sederhana. Misal beberapa orang berpatungan untuk minta diurus atau diakomodir segala urusan teknis untuk mendaki. Termasuk menyediakan pemandu dan porter untuk membantu melengkapi proses pendakiannya.

Dua sisi

Open trip mendaki gunung menyajikan dua sisi pandangan, tentang positif dan negatif bagi pendakinya maupun tentang baik dan buruknya bagi gunung itu sendiri. Ada yang berpendapat, bahwa open trip ke gunung sama saja dengan memfasilitasi pendakian gunung secara masal. Memberikan kemungkinan bahwa sampah yang tersisa akan menjadi lebih banyak. Belum lagi beberapa open trip yang terkadang kurang peduli terhadap gunungnya sendiri, lebih mementingkan pendapatan dan perputaran bisnis di dalamnya.

Ada pula open trip yang kurang peduli terhadap pesertanya, baik dari keselamatan maupun kenyamanannya. Ada open trip yang berani melepaskan pesertanya untuk summit tanpa didampingi, padahal bisa saja dirombongannya tersebut ada yang baru pertama kali mendaki. Ada pula yang cukup acuh tentang urusan kesehatan dan perut pesertanya, serta beberapa kabar lain yang kurang menyenangkan untuk didengar tentang open trip mendaki gunung.

Tapi di sisi lain open trip mendaki gunung menawarkan hal yang cukup positif, ada beberapa orang yang ingin memulai untuk mencoba mendaki dan tidak ada rekan untuk menemani. Open trip bisa jadi salah satu ruang yang cukup ideal, untuk menjadi solusi bagi mereka yang ingin mencoba.

Dalam contoh lain ada beberapa gunung yang mungkin cukup sulit untuk dijangkau, baik secara akses maupun budget. Dan open trip di posisi itu bisa menjadi solusi juga, untuk menjadi pilihan menuju beberapa gunung. Dan yang mungkin saja terjadi, ada beberapa orang yang sudah biasa mendaki gunung dan ingin mencoba suasana atau kemasan lain. Mendaki gunung dengan orang -orang yang tidak dikenal, difasilitasi dan diakomodir, serta hal-hal lain yang menjadi daya tawar menarik dari open trip itu sendiri.

Beberapa orang setuju dengan adanya open trip ke gunung, dan mungkin ada pula yang kurang atau tidak setuju atas itu. Namun faktanya hari ini, open tripnya ada dan pihak pengelola basecampnya mengizinkan. Tinggal bagaimana kita saling menyikapi fenomena yang terjadi di dalamnya, bagi yang tertarik mendaki gunung dengan ikut open trip pandai-pandailah memilih penyelenggara tripnya.

Dan satu hal yang disadari, open trip pendakian gunung sebenarnya bisa menjadi pintu yang dapat dimaksimalkan. Untuk mengenalkan dan menjadi media untuk mengedukasi ragam hal yang berhubungan dengan mendaki gunung, baik itu teknis maupun non teknisnya. Menjadi wadah untuk menunjukan kepedulian terhadap gunungnya maupun pada aktifitas mendakinya

Tertarik atau tidaknya ikut open trip pendakian gunung adalah pilihan, seperti halnya kemasan yang dipilih orang-orang untuk mendaki gunung. Karena yang lebih penting dari itu adalah keselamatan pribadinya, dan tentunya meminimalisir kerusakan gunung itu sendiri.


(tips memilih open trip pendakian gunung)

 

 


Kamis, 15 Oktober 2020

Pendakian Gunung Sumbing, tanpa drama (part 2)

 

Gunung Sumbing

Terminal

Jumat, sore ini kami berkumpul di terminal Cicaheum, Bandung. Seperti kesepakatan yang telah kami sepakati di beberapa malam sebelumnya, kami akan berkumpul di terminal ini setengah 5 sore. Karena bis akan mulai berangkat jam 5 sore.

Jam 4 lebih 15 menit saya berangkat dari kantor, ceritanya nebeng karena beberapa karyawan ada yang pulang melewati terminal ini. Sekitar setengah 5 sore kurang beberapa menit saya tiba di lokasi, tak lama dari itu Samsul pun sudah menyusul ke dalam terminal. Pertanyaan yang sama saling terlontar, “mana yang lain?”

Berhubung masih setengah 5, kami masih cukup santai untuk menunggu kehadiran 2 rekan kami lainnya. Sesekali kami coba chat lewat whatsapp bahkan telp, seruannya masih sama, “di jalan!” hal ini yang dari awal mendasari saya kenapa perjalanan ini tak ingin ada drama di dalamnya. Karena satu keterlambatan, akan merembet merepotkan yang lainnya.

Bis pun berangkat jam 5 sore lebih sedikit, kabar terakhir Widi dan Reza masih di jalan. Widi diantar salah satu rekan kami Meika menggunakan motor, dan reza memilih turun dari damri untuk pindah menggunakan ojek online. Sedikit gambaran, posisi  Bis Budiman yang kami tumpangi berangkat dari terminal Cicaheum akan berhenti di beberapa titik sebelum benar-benar tancap gas meninggalkan kota Bandung. Pemberhentian pertama adalah pool damri GedeBage (Soekarno Hatta). Jalanan yang sangat padat khas jumat sore memaksa bis yang kami gunakan melaju cukup lambat, dan karena itu kami baru bisa tiba di pool damri jam 6 sore kurang. Bertepatan dengan adzan magrib, namun sampai detik itu pun 2 orang rekan kami ini masih belum sampai.

Kembali Samsul dengan raut yang mulai panik menanyakan posisi mereka, Reza masih di jalan dengan memilih membawa motor, dan sang driver menjadi penumpang. Sementara Widi ternyata baru melewati terminal CIcaheum. Bis akan berhenti sebentar di Cileunyi, setelah itu mungkin tinggal lambaikan tangan.

Jalanan masih sangat padat, bahkan Reza yang mencoba menyusul kami menggunakan motor pun belum cukup mampu untuk mengejar. Samsul sempat bertanya, andai mereka berdua tak mampu mengejar bis ini bagaimana?, bagi saya perjalanan harus tetap lanjut, dengan atau tanpa mereka. Menjelang bis tiba di Cileunyi sebuah motor menyalip kami dari kanan, dengan melambaikan tangan ke supir bis bermaksud untuk menghentikan bisnnya. Samsul yang dari awal memilih untuk duduk di depan memastikan kehadiran 2 tim kami, dan ikut meminta supir bis agar melambatkan laju bisnya hingga berhenti. Dengan posisi terburu-buru, nafas terengah-engah, reza mulai naik bis dan duduk bersama kami. Dua ekspresi yang dia suguhkan, di satu sisi meminta maaf, dan sisi lain menahan tawa atas kelakuannya sendiri.

Oiya, Widi sampai kami tiba di Cileunyi pun masih belum menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Sempat terpikirkan pendakian Gunung Sumbing ini mungkin memang akan ditempuh bertiga. Tiba-tiba hp syamsul berdering, widi tenyata masih berusaha mengejar bis yang membawa kami ke Wonosobo. Tepat ketika bis menaikan salah satu penumpangnya di daerah Cicalengka, sebuah motor berhenti. Ternyata memang benar, Widi pun akhirnya mampu untuk menyusul bis dan ikut bersama kami menuju Wonosobo.

Bagian yang menariknya, Meika orang yang mengantarkan Widi sampai Cicalengka harus pulang sendirian, dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek. 26km jarak yang mereka tempuh dari Cicaheum hingga Cicalengka. Waktu menunjukkan jam 8 malam, akhirnya rombongan kami pun sudah lengkap untuk menuju Wonosobo. Di dalam bis selain saling mencaci dan memaki, dalam canda dan tawa, saya menyadari kali ini pesan tanpa drama benar-benar seolah tak bermakna.


Pendakian Gunung Sumbing, tanpa drama (part 1)